1/4/13

Pendidikan berbasis Kedaerahan


Indonesia adalah negeri yang kaya. Tingkat kekayaan tersebut sejatinya setara dengan peluang usaha yang bisa dikembangkan. Namun sayang hal itu belum terealisasi hingga saat ini. Ketimpangan antara sumber daya alam dan sumber daya manusia, serta minimnya pengetahuan tentang potensi daerah membuat masyarakat Indonesia dijajah dengan dominasi wirausaha asing. Apa yang harus diperbaiki agar keadaan tersebut tidak terus berlanjut? Jawabannya tentu pendidikan. Perlu diterapkan sistem pendidikan yang menekankan pengenalan siswa dengan daerah dimana dia tinggal mulai dari potensi sampai dengan keterbatasan yang dimiliki.

Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghiduipmu.
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu

Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman

Ya, itulah penggalan lirik dari sebuah lagu lawas yang hingga kini masih terdengar senandungnya. Lirik lagu tersebut secara tersirat menceritakan betapa kayanya sumber daya alam yang ada di tanah air kita.  Sejak dulu Indonesia sudah dikenal sebagai negeri yang mahsyur nan permai. Kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah tersebar hampir di seluruh bagian negara Indonesia. Letaknya yang strategis sebagai jembatan antara benua Asia dan Australia semakin mengundang bangsa lain untuk bertandang. Tujuan kedatangan mereka ke Indonesia pun beragam, mulai dari urusan perdagangan sampai dengan aksi penjajahan demi menguasai Indonesia beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Ya, aksi penjajahan itulah yang dialami Indonesia bahkan terus terjadi sampai dengan sekarang ini. Bagaimana bisa? Sementara Indonesia telah merdeka sejak 17 Agustus tahun 1945.
Secara administratif diakui bahwa Indonesia memang sudah merdeka sejak enam puluh tujuh tahun silam. Namun fakta berbicara lain, kemenangan atas suatu kemerdekaan yang sebenarnya belum dirasakan oleh setiap individu masyarakat Indonesia hingga saat ini. Kesejahteraan yang selama ini dicita-citakan belum sampai kepada mereka yang hidup di pelosok negeri. Tinggal jauh dari daerah perkotaan kerap membuat mereka luput dari perhatian pemerintah. Terjadi ketimpangan yang luar biasa antara perkembangan satu daerah dengan daerah yang lain. Letak geografis Indonesia yang tediri dari atas gugusan pulau yang dipisahkan oleh selat dan lautan memang menyulitkan pemerintah untuk menyamaratakan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Hal ini diperkeruh dengan pemerintahan daerah yang kurang cekatan dalam mengupayakan kesejahteraan masyarakat daerah dengan berbagai alasan.
Salah satu daerah yang masih jauh tertinggal di abad ke-21 ini adalah Lombok. Percayakah anda, saat keindahan alam daerahnya mulai dikenal secara Internasional, masih ada sebagian masyarakat Lombok yang hidup nomaden. Gaya hidup berpindah-pindah yang  dianggap telah menjadi bagian dari sejarah ternyata masih dilakoni oleh sebagian masyarakat Lombok secara berkelompok. Tanpa memiliki tempat tinggal mereka hidup berpindah dari satu pesisir ke pesisir lain. Hanya kepada hasil laut lah mereka menggantungkan hidup. Bila dirasa ikan di pesisir yang mereka diami mulai langka, mereka pun memburu pesisir lain demi hasil tangkapan yang lebih banyak. Mereka saling bahu-membahu untuk dapat bertahan hidup. Saat malam tiba, para lelaki pergi mengarungi laut berharap tangkapan malam itu akan banyak. Sementara para perempuan dan anak-anak menunggu di pesisir laut. Tidur beralaskan pasir dan berselimut angin malam. Dengan setia mereka menunggu untuk dapat membantu menarik jaring berisi hasil tangkapan esok pagi.
Kemerdakaan Indonesia yang semu juga terlihat dari penjajahan yang terus berlangsung hingga saat ini khususnya dalam bidang wirausaha. Walau tidak lagi dalam bentuk kerja rodi ataupun romusha seperti yang terjadi puluhan tahun lalu, namun konsep dari penjajahan itu sendiri  sejatinya tetap sama. Kita tetap diperbudak di tanah air kita sendiri. Kita lagi-lagi dipekerjakan untuk melayani mereka mengeksploitasi sumber daya alam kita sendiri.  Dijadikan alat bagi mereka dalam meraup keuntungan dari kekayaan yang sebenarnya adalah milik kita. Sebut saja produksi minyak di Indonesia. Beberapa perusahaan minyak milik asing di Indonesia memproduksi minyak secara besar-besaran setiap harinya. Angka produksi mereka jauh melebihi jumlah minyak yang dihasilkan pertamina perhari. Alhasil untuk memenuhi kebutuhan minyak, raklyat Indonesia masih harus membeli dari mereka dengan harga yang tentunya lebih mahal.
Tidak berhenti disitu, contoh nyata lain tentang bagaimana kita dijajah terjadi dalam industri parfum. Ditanya tentang parfum terbaik dengan harga dan nilai prestise yang tinggi, seluruh dunia akan menjawab Paris di Perancis adalah pusatnya. Tidak sedikit orang kaum elit Indonesia yang membelinya. Tapi tahukah mereka bahwa sebenarnya sebagian parfum yang mereka beli dengan harga selangit itu berasal dari Indonesia? Memiliki iklim tropis menjadikan Indonesia kaya akan flora yang beragam. Keberagaman flora yang tidak dimiliki negara lain menjadi modal utama dalam memproduksi parfum. Flora dengan wangi semerbak itu direbus untuk kemudian diambil uapnya yang menjelma menjadi titik-titik air. Titik-titik air itulah yang dikumpulkan sedikit demi sedikit. Setelah terkumpul parfum mentah itu kemudian dikirim ke Cina untuk disuling lebih lanjut. Finalnya parfum setengah jadi itu dikirim ke Paris untuk penyulingan terakhit sebelum dijual dengan harga dan nilai yang tinggi.
Rasanya industri minyak dan parfum hanya sebagian kecil dari industri kita yang justru didominasi oleh peran masyarkat asing. Lombok pun diyakini bukanlah satu-satunya daerah yang tertingga. Dari contoh-contoh kasus yang dipaparkan dapat disimpulkan bahwa kekayaan sumber daya alam Indonesia tidak diimbangi dengan sumber daya manusianya. Kurang mengenalnya masyarakat daerah dengan potensi daerahnya sendiri turut membuat penjajahan macam itu semakin mudah terjadi.Penjajahan itu semakin berlipat saat masyarakat Indonesia sendiri lebih percaya produk luar negeri dibandingkan produk dalam negeri. Ketidakpercayaan macam ini pula yang kerap melatarbelakangi sosok putra daerah yang sukses enggan kembali ke daerahnya. Jangankan untuk membangun kembali daerahnya, mereka lebih tertarik hidup di luar negeri dengan segala kenyamanan yang ditawarkan dan membiarkan sodara sekampung terus tertinggal.
Apa yang perlu diperbaiki agar keadaan ini tidak terus berlanjut?. Jawabannya adalah pendidikan. Perlu dirancang suatu sistem pendidikan yang menekankan muatan local di setiap daerah. Melalui pendidikan, siswa akan dikenalkan dengan daerah dimana dia tinggal mulai dari potensi sampai dengan keterbatasan yang dimiliki. Hal ini bertujuan untuk menanamkan kepedulian dan cinta para putra daerah terhadap daerahnya masing-masing. Agar kelak memperoleh kesempatan untuk belajar diluar mereka akan kembali untuk berbagi ilmu dan membangun daerahnya. Sistem ini juga tidak memberatkan siswa dengan mengharuskan mereka mempelajari bidang ilmu yang tidak diperlukan daerahnya untuk berkembang. Sebagai contoh, jangan arahkan siswa pegunungan belajar tentang ilmu kalautan atau justru siswa pesisir tentang ilmu pertanian. Guru sebagai fasilitator harus bisa mengarahkan siswa untuk memiliki orientasi yang sesuai kebutuhan daerah saat hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Tentunya pemerintah harus bekerja keras untuk mewujudkan sistem pendidikan berbasis kedaerahan tersebut. Mengamati setiap daerah, termasuk daerah perkotaan, meliputi potensi dan keterbatasan yang mereka miliki. Dari hasil pengamatan tersebut terlihatlah pengembangan seperti apa yang dibutuhkan masing-masing daerah. Setelah itu barulah pemerintah merumuskan kurikulum pendidikan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Semuanya kembali pada kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah.

No comments:

Post a Comment