6/20/11

Revolusi Pendidikan hingga Pelosok Negeri


Pasal 31 UUD 1945 mengungkapkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Menggagas hal tersebut, bukankah dalam pembukaan UUD 1945 terdapat cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Tetapi faktanya, belum semua warga negara Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak. Terbukti dari banyaknya anak-anak di beberapa daerah terpencil yang belum bisa menikmati pendidikan dengan berbagai alasan. Padahal pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam membentuk sebuah bangsa yang besar dan berkualitas (Galih Permana, 2010).
Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia, sama halnya dengan membicarakan banyak hal yang perlu direvolusi di dalamnya. Mulai dari kurikulum yang bersifat fundamental, hingga sarana dan prasarana yang menunjang proses belajar di kelas. Kata revolusi dalam dunia pendidikan tentu sudah tidak asing lagi. Revolusi pendidikan sudah sepatutnya dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Pada dasarnya selama ini revolusi bukannya belum dilaksanakan, hanya saja tidak terlihat karena hanya sibuk dilakukan di kota-kota besar. Di Jakarta misalnya, pemerintah telah memberlakukan wajib belajar  9 tahun tanpa biaya sebagai perwujudan amanat pembukaan UUD 1945 dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Muhammad Ilyas, 2010). Lalu bagaimana dengan pendidikan mereka yang tinggal di daerah-daerah terpencil? Bukankah  Indonesia  memiliki banyak provinsi yang memang seharusnya merasakan pendidikan yang sama?
Pola pikir masyarakat mengenai pendidikan juga sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan di Indonesia. Seperti diketahui bersama bahwa daerah-daerah di Indonesia mata pencarian utama masyarakatnya adalah di bidang agraris. Dimana penghasilannya belum tentu cukup untuk mengirim anak-anak ke sekolah, karena pada dasarnya ekonomi, geografi dan budaya mempengaruhi pola pikir masyarakat mengenai pendidikan (BaharudinManik, 2006).
Semakin terperosoknya pendidikan di pelosok tidak bisa dipisahkan dari minimnya fasilitas dan ketersediaan guru di sana. Kita dapat melihat kenyataan ini melalui berbagai media yang meliputi sekolah-sekolah yang minim fasilitas dan kualitas pengajar yang seadanya. Contohnya seperti yang terjadi di Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Tiga puluh sekolah dasar di kabupaten tersebut hanya mengandalkan seorang guru tiap sekolahnya. (Miftachudin ,2010). Hal  ini disebabkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan para guru di daerah terpencil. Tidak dapat dipungkiri bahwa minimnya uang insentif yang diberikan membuat para guru enggan mengabdikan dirinya di pelosok negeri. Bagaimana pun guru juga manusia yang harus memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya untuk dapat hidup layak. Bagaimana seorang guru dapat mengajar dengan maksimal jika pikirannya terpecah dua antara mengajar dan mencari penghasilan tambahan dikarenakan gaji guru yang rendah? (AniesBaswedan, 2010).
Pemerintah memang sudah menyiapkan anggaran 20% dari APBN untuk pendidikan, tetapi apa yang terjadi sekarang? Masih banyak sekolah-sekolah yang belum bisa mengembangkan pendidikan karena alas an dana. Banyak media memberikan bukti-bukti dari permasalahan ini. Di Makassar, beberapa sekolah kesulitan melaporkan pencairan dana BOS karena akses yang kurang memadai. Di Banda Aceh, sebuah sekolah gagal mendapat dana bantuan karena proposal yang diajukannya tertahan. Selain itu, sebuah sekolah di Kalimantan Barat bahkan belum pernah mendapatkan dana bantuan dari pemerintah sejak berdiri beberapa tahun lalu.
Pemaparan di atas adalah sedikit dari sekian banyak masalah yang harus menjadi focus pemerintah dalam menyamaratakan pendidikan di Indonesia. Tentu saja kita tidak ingin hal ini terus terjadi, berakar menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Yang diperlukan sekarang adalah revolusi untuk mengubah semua ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, revolusi berarti perubahan mendasar dalam suatu bidang. Berbicara mengenai revolusi pendidikan, artinya kita akan focus pada perubahan mendasar dan menyeluruh dari keadaan yang ada saat ini. Perubahan mendasar yang bisa dilakukan adalah dengan memberi solusi secara menyeluruh dari permasalahan-permasalahan yang dijabarkan diatas.
Sekolah-sekolah di daerah terpencil harusnya mendapat dana bantuan yang pantas untuk mengembangkan pendidikannya. Dana pendidikan yang sudah disiapkan seharusnya bisa dibagikan secara adil ke daerah-daerah. Akses bagi sekolah-sekolah di daerah pun seharusnya dipermudah, agar dana yang sudah disiapkan bisa sampai ketangan-tangan mereka. Hingga pada akhirnya operasional pendidikan pun bisa dilaksanakan dengan efektif.
Dikarenakan pola piker masyarakat daerah — yang telah dijabarkan sebelumya — memengaruhi respon mereka mengenai pendidikan, Pemerintah seharusnya merubah pola pikir yang ada saat ini. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai langkah. Salah satunya dengan melakukan workshop. Tentu saja workshop yang dilakukan hanya satu atau dua kali tidak akan menghasilkan perkembangan yang signifikan. Workshop yang dilakukan seharusnya berkelanjutan dan dikontrol perkembangannya, sehingga masyarakat di daerah merasa memiliki tanggung jawab untuk peduli terhadap pendidikan.
Pendidikan merupakan sector penting yang perlu didahulukan. Untuk mencapai pendidikan yang merata di Indonesia, pemerintah harus siap menyamaratakan fasilitas dan kualitas guru di Indonesia. Hal ini tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Mengefekifkan anggaran pendidikan dari APBN adalah hal yang harus dilaksanakan. Pemerintah perlu meningkatkan fasilitas pendidikan di daerah terpencil serta memberikan jaminan kesejahteraan bahkan insentif  yang lebih sebagai bentuk apresiasi bagi para guru yang bersedia mengabdi disana. Dengan begitu, pendidikan di pelosok bisa berkembang dan para guru bisa mengajar dengan maksimal tanpa memikirkan kebutuhan hidup yang selama ini jadi beban pikiran jika mengabdi didaerah terpencil.
            Dari sekian revolusi yang perlu dilakukan, ada satu hal krusial yang perlu direvolusi di balik itu semua,  yaitu pelaksanaan revolusi itu sendiri. Sejauh ini pemerintah lebih focus pada apa yang perlu direvolusi, bukan pada bagaimana revolusi itu dilakukan. Seharusnya pemerintah turut memperhatikan pelaksanaan revolusi itu sendiri agar dapat berlangsung secara menyeluruh hingga kepelosok negeri, sehingga revolusi yang dilaksanakan dapat berjalan efektif. Selain itu, perubahan yang dihasilkan pun terasa signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia karena pada dasarnya perbaikan pendidikan akan lebih efektif apabila dilaksanakan secara merata. Dengan demikian, Pasal 31 UUD 1945 pun tidak sekedar menjadi wacana semata, tetapi benar-benar bisa terealisasi.


Devi Heryanti dan Dasrizal, 2011




DAFTAR PUSTAKA

Rizali, Ahmad, dkk.2009.Dari Guru Konvensionalmenuju Guru Profesional.         Jakarta:Grasindo
Saepudin, Aep.2007.Guruku JanganDipolitisi!.Bandung: National Leadership                   Youth Forum  2007, Masjid Salman ITB
Sumbersitus :
www.dikti.go.id/index.php?option