1/6/12

Teaching Numbers: Designing Lesson and Its Resources


          Everything in the world must be prepared and planned well, included a lesson plan before teaching. Lesson plan has important role in learning process. Lesson plan can be made yearly, term, weekly and daily plan. It helps the teacher in controlling class, managing time, and focus to the target of learning that day. It also help the teacher to organize students’ thinking by arranging activities or instructions, to guide them in learning new material easily accordance to their thinking way. So, lesson plan is very helpful not only for the teacher but also for the students. Moreover in learning number which need more focus and concentration.
As a matter of fact, based on school experience program last week, some teachers did not use lesson plan before teaching. According to them, lesson plan is useless because cannot be implemented well. I think, its paradigm is built because of their bad experiences that fail to implement their lesson plan. Unfortunately they did not make it as reflection to be better in designing lesson plan but stop to use lesson plan. In my view there is no lesson plan which useless, it is only inappropriate with the class, students’ characteristic, subject material, etc.
             Seeing so many fact about failed lesson plan, I admit that is not easy to make effective lesson plan but it is not impossible also. A lot of things must be considered in designing a quality lesson plan. We have to know exactly what we want to teach in order to determine specific objectives, activities which will be used, material that we will use in doing assessment and giving assignment to measure the result of learning process. To enhance Mathematical Power, in designing lesson plan we have to give a challenging and interesting task to engage students’ interest and intellect. We also can facilitate them in doing discussion to growth their mathematical ideas. For exploring students’ ability, we can use technology in teaching or giving math project. We also need to use strategy in order to make learning process be more effective. The strategy chosen must be appropriate with students’ characteristic.
            Learning math especially number is identical with serious lecturing. Actually learning about number can be fun with various activities that related with our real life although need higher concentration. Those activities likes math project with using technology, mathematics for secondary school, and writing about mathematics problem.

10/5/11

Nama bukanlah semuanya tentang kita, tapi kita semuanya butuh Nama

Nama. Apalah artinya nama. Seberapa pentingkah nama. Adakah pengaruh dari suatu nama terhadap pemiliknya. Mengapa banyak orang tua yang begitu selektif memberi nama pada anak mereka. Apakah sesungguhnya yang mereka cari. Nilai estetis dari suatu nama, atau makna yang terpendam dalam nama tersebut. Tak dapat dipungkiri bahwa nama menjadi bagian yang sangat penting dalam hidup kita. Melalui nama kita bisa saling mengenal dan membedakan satu sama lain. Semuanya butuh nama. Tak bisa dibayangkan apa yang terjadi jika semua orang di dunia tak bernama.

Banyak orang bilang bahwa nama adalah suatu doa. Dalam hal ini saya tidak dapat berkata apa-apa selain mengamini. Tapi apakah benar bahwa nama memiliki kekuatan dalam mempengaruhi karakter bahkan nasib pemiliknya. Lalu bagaimana dengan orang tua yang memberi nama hanya mementingkan nilai estetis tanpa makna didalamnya seperti nama yang diberikan orang tua saya kepada anak sulung mereka, yaitu saya. Sempat saya ingin mengganti nama menjadi Aisyah, Fatimah, Nurilahi, dan nama-nama lain yang bermakna positif serta menunjukkan keislaman saya. Namun keinginan itu pun sirna setelah saya menemukan persepsi yang nyaman mengenai nama.

Menurut saya bukanlah nama yang menjadikan karakter seseorang menjadi baik atau buruk, melainkan karakter itu sendiri yang nantinya akan menjadikan nama yang disandang menjadi indah atau sebaliknya. Nama Muhammad tak kan begitu terkenal dan disenangi jika Rasulullah tak memiliki karakter yang begitu indahnya. Nama Firaun pun bisa saja sangat digemari apabila karakternya bukanlah seorang kafir. Begitulah persepsi nyaman tenang nama yang saya pupuk untuk membuat saya bersyukur atas nama tak berarti khusus yang diberikan orangtua saya.

Devi Heryanti. Ya, itulah nama saya. Nama depan saya, Devi, pasti sudah sangat familiar ditelinga anda. Tapi saya yakin akan selalu ada alasan yang berbeda di balik nama Devi. Menurut cerita orang tua saya, nama Devi mereka temui di salah satu Koran ibu kota. Mereka memilih nama Devi dengan harapan nama Devi akan menjadi nama yang unik dan jarang digunakan orang. Namun apalah daya, justru nama Devi begitu banyak digunakan orang. Sedangkan Heryanti adalah gabungan dari nama kedua orang tua saya, Hermawan dan Yayah. Tapi saya tetap berusaha mengambil pesan positif dibalik cerita itu. Orang tua saya menginginkan saya menjadi seseorang yang luar biasa, berpikir dan bersikap positif yang berbeda dengan orang kebanyakan serta menjadi anak yang akan selalu ingat pada orang tuanya.

Saya merasa tidak bijak untuk menilai apakah nama yang disandang seseorang sesuai dengan karakter yang mereka miliki. Menurut saya, apapun nama yang disandang, setiap orang wajib memupuk karakter positif dalam diri terlepas dari karakter negative atau kekurangan yang mereka miliki. Oleh sebab itu, tak ada alasan bagi saya untuk merasa nama ini tak cocok untuk saya. Tak ada alasan bagi Devi Heryanti untuk tidak menjadi wanita sebaik Aisyah dan sekuat Kartini. Persepsi saya tentang mengenai nama seperti yang telah dijabarkan sebelumnya semakin memotivasi saya untuk membentuk diri menjadi pribadi yang sebaik mungkin, seindah mungkin, serta se-luarbiasa-mungkin seperti yang disiratkan kedua orang tua saya. Semoga kelak pribadi dan karakter luarbiasa yang saya miliki semakin mengindahkan nama Devi Heryanti dan membuat orang jutaan orang lainnya bangga bernama Devi.

9/28/11

Bomb at Bethel Church Solo : Victim of Misunderstanding about the Difference




Sunday, 25th September 2011. There was a bomb at Bethel Church Solo. It happened, again and again. Why did it happen? Terrorism? Maybe it sounds classic when Muslim and Christian suspect each other because of the difference that they have. Let’s grow up and open our mind. The real problem is not a difference, but our ignorance about the meaning of the difference itself in our real life. Because of that ignorance, there is very possible for misunderstanding about the difference to be happened. To solve this problem of course we have to understand first about what the real meaning of the difference is. It will not be end before we can respect each other and see the beauty of the difference among us.

As we know Indonesia is a country which full of diversities. Not only religion diversity that shown on paragraph above, there are so many kind of diversitiy such us culture diversitiy, languages diversitiy, tribe diversity, etc.



Those diversities precisely will generate the difference one and another. Actually those differences will create our social interaction among us be more meaningful to learn and complete each other. Unfortunately, most of Indonesian people do not understand well about what the meaning of the difference is and how to see the beauty of the difference in doing social interaction in our real life. So, what can we do to make a change about this condition? For making Indonesian people aware about the difference? The answer is Humanistic Studies.

Humanistic Studies is a course that learns about multiculturalism and religion at human life involved interaction on it. Learn about multiculturalism and religion is impossible if we will not talk about the difference. It sounds horrible at the first time because the difference is sensitive thing. There is a worry that it will create more conflict about the difference that we have. Actually it will be more horrible if we never talk about that difference because the misunderstanding will always be happened if we never share about the difference and clear the misunderstanding on it as soon as possible (Gazali, 2011).

Hopefully, through this course we will understand about the attendance of the difference in human life. It will open our mind to see the beauty of the difference among us in doing social interaction. Have a good perception about the difference will make us be more respectful about the difference that we have. As a candidate of teacher, we will have students from various family background, tribe, and religion. So, we are not only expected to be respectful about the difference, but also be able to persuade the students to be respectful about the difference that they have. I hope, after having good perception about the difference by learning Humanistic Studies we will also have a good explanation, reason, and way to show to our student about the beauty of the difference in order to make them be more respectful in doing interaction one another with all of differences that they have.

9/26/11

Kekuatan Pendidikan

Apa itu kekuatan pendidikan? Seberapa besarkah kekuatannya? Sungguh, setahun yang lalu saya tak pernah peduli akan hal ini. Saat saya bingung memilih jurusan apa yang harus saya pilih untuk melanjutkan kuliah, bidang pendidikan tak pernah saya lirik. Hingga akhirnya tangan tuhan sendirilah yang memilihkan pendidikan untuk saya, yaitu menjadi guru.

Hari-hari pertama menjalani kuliah di Sampoerna School of Education saya merasa aneh, namun seiring berjalannya waktu berkuliah disana, akhirnya saya menemukan hebatnya kekuatan pendidikan. Salah satu dosen dengan ringan berkata “jika kamu masih meragukan kekuatan pendidikan, lihatlah dirimu sekarang !”

Ya, pendidikan memiliki kekuatan yang luar biasa melakukan perubahan dalam diri saya. Menjadikan saya pribadi yang lebih baik, pribadi yang selalu siap dengan perubahan zaman dan segala tantangan serta selalu berpikir ke depan. Pendidikan tidak hanya membuat saya dihargai tapi juga pandai menghargai orang lain. Pendidikan memperbesar kesempatan bagi saya untuk menjadi seseorang yang berpengalaman, memperlebar jalan saya untuk mencoba hal-hal baru, dan membuka wawasan akan segala pengetahuan. Pendidikan pula yang salama ini menginspirasi saya untuk selalu maju, mencari solusi-solusi positiif guna memecahkan segala permasalahan di masyarakat yang dilatarbelakang pendidikan dan kemiskinan. Bukan kemiskinan secara financial melainkan kemiskinan mental yang membudaya di Indonesia, dan hanya kekuatan pendidikanlah yang dapat mengobatinya.

Segala perubahan dalam diri saya itulah yang memantapkan hati saya menjadi seorang guru. Melalui pengajaran yang inovatif dan inspiratif, saya ingin semua para generasi penerus bangsa turut merasakan perubahan yang saya alami, karena perubahan itulah yang dibutuhkan untuk mecapai Indonesia yang lebih baik. Saya tidak ingin menjadi guru yang hanya mengajar, tetapi juga menjadi pembelajar yang baik. Karena sesungguhnya hidup memanglah sebuah proses pembelajaran yang tak pernah usai.

Semoga saya bisa menjadi guru yang senatiasa menginspirasi murid-murid saya untuk melakukan perubahan yang akan terus menggulirkan roda Indonesia maju kearah yang lebih baik.

Tutup mata dan tanyakan pada sanubari anda, apa yang pendidikan telah berikan untuk anda?

IT’S TIME TO CHANGE

Devi Heryanti (^^,)

6/20/11

Revolusi Pendidikan hingga Pelosok Negeri


Pasal 31 UUD 1945 mengungkapkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Menggagas hal tersebut, bukankah dalam pembukaan UUD 1945 terdapat cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Tetapi faktanya, belum semua warga negara Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak. Terbukti dari banyaknya anak-anak di beberapa daerah terpencil yang belum bisa menikmati pendidikan dengan berbagai alasan. Padahal pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam membentuk sebuah bangsa yang besar dan berkualitas (Galih Permana, 2010).
Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia, sama halnya dengan membicarakan banyak hal yang perlu direvolusi di dalamnya. Mulai dari kurikulum yang bersifat fundamental, hingga sarana dan prasarana yang menunjang proses belajar di kelas. Kata revolusi dalam dunia pendidikan tentu sudah tidak asing lagi. Revolusi pendidikan sudah sepatutnya dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Pada dasarnya selama ini revolusi bukannya belum dilaksanakan, hanya saja tidak terlihat karena hanya sibuk dilakukan di kota-kota besar. Di Jakarta misalnya, pemerintah telah memberlakukan wajib belajar  9 tahun tanpa biaya sebagai perwujudan amanat pembukaan UUD 1945 dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Muhammad Ilyas, 2010). Lalu bagaimana dengan pendidikan mereka yang tinggal di daerah-daerah terpencil? Bukankah  Indonesia  memiliki banyak provinsi yang memang seharusnya merasakan pendidikan yang sama?
Pola pikir masyarakat mengenai pendidikan juga sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan di Indonesia. Seperti diketahui bersama bahwa daerah-daerah di Indonesia mata pencarian utama masyarakatnya adalah di bidang agraris. Dimana penghasilannya belum tentu cukup untuk mengirim anak-anak ke sekolah, karena pada dasarnya ekonomi, geografi dan budaya mempengaruhi pola pikir masyarakat mengenai pendidikan (BaharudinManik, 2006).
Semakin terperosoknya pendidikan di pelosok tidak bisa dipisahkan dari minimnya fasilitas dan ketersediaan guru di sana. Kita dapat melihat kenyataan ini melalui berbagai media yang meliputi sekolah-sekolah yang minim fasilitas dan kualitas pengajar yang seadanya. Contohnya seperti yang terjadi di Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Tiga puluh sekolah dasar di kabupaten tersebut hanya mengandalkan seorang guru tiap sekolahnya. (Miftachudin ,2010). Hal  ini disebabkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan para guru di daerah terpencil. Tidak dapat dipungkiri bahwa minimnya uang insentif yang diberikan membuat para guru enggan mengabdikan dirinya di pelosok negeri. Bagaimana pun guru juga manusia yang harus memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya untuk dapat hidup layak. Bagaimana seorang guru dapat mengajar dengan maksimal jika pikirannya terpecah dua antara mengajar dan mencari penghasilan tambahan dikarenakan gaji guru yang rendah? (AniesBaswedan, 2010).
Pemerintah memang sudah menyiapkan anggaran 20% dari APBN untuk pendidikan, tetapi apa yang terjadi sekarang? Masih banyak sekolah-sekolah yang belum bisa mengembangkan pendidikan karena alas an dana. Banyak media memberikan bukti-bukti dari permasalahan ini. Di Makassar, beberapa sekolah kesulitan melaporkan pencairan dana BOS karena akses yang kurang memadai. Di Banda Aceh, sebuah sekolah gagal mendapat dana bantuan karena proposal yang diajukannya tertahan. Selain itu, sebuah sekolah di Kalimantan Barat bahkan belum pernah mendapatkan dana bantuan dari pemerintah sejak berdiri beberapa tahun lalu.
Pemaparan di atas adalah sedikit dari sekian banyak masalah yang harus menjadi focus pemerintah dalam menyamaratakan pendidikan di Indonesia. Tentu saja kita tidak ingin hal ini terus terjadi, berakar menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Yang diperlukan sekarang adalah revolusi untuk mengubah semua ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, revolusi berarti perubahan mendasar dalam suatu bidang. Berbicara mengenai revolusi pendidikan, artinya kita akan focus pada perubahan mendasar dan menyeluruh dari keadaan yang ada saat ini. Perubahan mendasar yang bisa dilakukan adalah dengan memberi solusi secara menyeluruh dari permasalahan-permasalahan yang dijabarkan diatas.
Sekolah-sekolah di daerah terpencil harusnya mendapat dana bantuan yang pantas untuk mengembangkan pendidikannya. Dana pendidikan yang sudah disiapkan seharusnya bisa dibagikan secara adil ke daerah-daerah. Akses bagi sekolah-sekolah di daerah pun seharusnya dipermudah, agar dana yang sudah disiapkan bisa sampai ketangan-tangan mereka. Hingga pada akhirnya operasional pendidikan pun bisa dilaksanakan dengan efektif.
Dikarenakan pola piker masyarakat daerah — yang telah dijabarkan sebelumya — memengaruhi respon mereka mengenai pendidikan, Pemerintah seharusnya merubah pola pikir yang ada saat ini. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai langkah. Salah satunya dengan melakukan workshop. Tentu saja workshop yang dilakukan hanya satu atau dua kali tidak akan menghasilkan perkembangan yang signifikan. Workshop yang dilakukan seharusnya berkelanjutan dan dikontrol perkembangannya, sehingga masyarakat di daerah merasa memiliki tanggung jawab untuk peduli terhadap pendidikan.
Pendidikan merupakan sector penting yang perlu didahulukan. Untuk mencapai pendidikan yang merata di Indonesia, pemerintah harus siap menyamaratakan fasilitas dan kualitas guru di Indonesia. Hal ini tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Mengefekifkan anggaran pendidikan dari APBN adalah hal yang harus dilaksanakan. Pemerintah perlu meningkatkan fasilitas pendidikan di daerah terpencil serta memberikan jaminan kesejahteraan bahkan insentif  yang lebih sebagai bentuk apresiasi bagi para guru yang bersedia mengabdi disana. Dengan begitu, pendidikan di pelosok bisa berkembang dan para guru bisa mengajar dengan maksimal tanpa memikirkan kebutuhan hidup yang selama ini jadi beban pikiran jika mengabdi didaerah terpencil.
            Dari sekian revolusi yang perlu dilakukan, ada satu hal krusial yang perlu direvolusi di balik itu semua,  yaitu pelaksanaan revolusi itu sendiri. Sejauh ini pemerintah lebih focus pada apa yang perlu direvolusi, bukan pada bagaimana revolusi itu dilakukan. Seharusnya pemerintah turut memperhatikan pelaksanaan revolusi itu sendiri agar dapat berlangsung secara menyeluruh hingga kepelosok negeri, sehingga revolusi yang dilaksanakan dapat berjalan efektif. Selain itu, perubahan yang dihasilkan pun terasa signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia karena pada dasarnya perbaikan pendidikan akan lebih efektif apabila dilaksanakan secara merata. Dengan demikian, Pasal 31 UUD 1945 pun tidak sekedar menjadi wacana semata, tetapi benar-benar bisa terealisasi.


Devi Heryanti dan Dasrizal, 2011




DAFTAR PUSTAKA

Rizali, Ahmad, dkk.2009.Dari Guru Konvensionalmenuju Guru Profesional.         Jakarta:Grasindo
Saepudin, Aep.2007.Guruku JanganDipolitisi!.Bandung: National Leadership                   Youth Forum  2007, Masjid Salman ITB
Sumbersitus :
www.dikti.go.id/index.php?option