Indonesia adalah negeri yang kaya.
Tingkat kekayaan tersebut sejatinya setara dengan peluang usaha yang bisa
dikembangkan. Namun sayang hal itu belum terealisasi hingga saat ini.
Ketimpangan antara sumber daya alam dan sumber daya manusia, serta minimnya
pengetahuan tentang potensi daerah membuat masyarakat Indonesia dijajah dengan
dominasi wirausaha asing. Apa yang harus diperbaiki agar keadaan tersebut tidak
terus berlanjut? Jawabannya tentu pendidikan. Perlu diterapkan sistem pendidikan
yang menekankan pengenalan siswa dengan daerah dimana dia tinggal mulai dari
potensi sampai dengan keterbatasan yang dimiliki.
Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghiduipmu.
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Kail dan jala cukup menghiduipmu.
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Ya, itulah penggalan
lirik dari sebuah lagu lawas yang hingga kini masih terdengar senandungnya.
Lirik lagu tersebut secara tersirat menceritakan betapa kayanya sumber daya
alam yang ada di tanah air kita. Sejak
dulu Indonesia sudah dikenal sebagai negeri yang mahsyur nan permai. Kekayaan
sumber daya alamnya yang melimpah tersebar hampir di seluruh bagian negara
Indonesia. Letaknya yang strategis sebagai jembatan antara benua Asia dan
Australia semakin mengundang bangsa lain untuk bertandang. Tujuan kedatangan
mereka ke Indonesia pun beragam, mulai dari urusan perdagangan sampai dengan
aksi penjajahan demi menguasai Indonesia beserta sumber daya alam yang terkandung
di dalamnya. Ya, aksi penjajahan itulah yang dialami Indonesia bahkan terus
terjadi sampai dengan sekarang ini. Bagaimana bisa? Sementara Indonesia telah
merdeka sejak 17 Agustus tahun 1945.
Secara administratif
diakui bahwa Indonesia memang sudah merdeka sejak enam puluh tujuh tahun silam.
Namun fakta berbicara lain, kemenangan atas suatu kemerdekaan yang sebenarnya
belum dirasakan oleh setiap individu masyarakat Indonesia hingga saat ini.
Kesejahteraan yang selama ini dicita-citakan belum sampai kepada mereka yang
hidup di pelosok negeri. Tinggal jauh dari daerah perkotaan kerap membuat
mereka luput dari perhatian pemerintah. Terjadi ketimpangan yang luar biasa
antara perkembangan satu daerah dengan daerah yang lain. Letak geografis
Indonesia yang tediri dari atas gugusan pulau yang dipisahkan oleh selat dan
lautan memang menyulitkan pemerintah untuk menyamaratakan kesejahteraan rakyat
secara menyeluruh. Hal ini diperkeruh dengan pemerintahan daerah yang kurang cekatan
dalam mengupayakan kesejahteraan masyarakat daerah dengan berbagai alasan.
Salah satu daerah
yang masih jauh tertinggal di abad ke-21 ini adalah Lombok. Percayakah anda,
saat keindahan alam daerahnya mulai dikenal secara Internasional, masih ada sebagian
masyarakat Lombok yang hidup nomaden. Gaya hidup berpindah-pindah yang dianggap telah menjadi bagian dari sejarah
ternyata masih dilakoni oleh sebagian masyarakat Lombok secara berkelompok.
Tanpa
memiliki tempat tinggal mereka
hidup berpindah dari satu pesisir ke pesisir lain. Hanya kepada hasil laut lah
mereka menggantungkan hidup. Bila dirasa ikan di pesisir yang mereka diami
mulai langka, mereka pun memburu pesisir lain demi hasil tangkapan yang lebih
banyak. Mereka saling bahu-membahu untuk dapat bertahan hidup. Saat malam tiba,
para lelaki pergi mengarungi laut berharap tangkapan malam itu akan banyak.
Sementara para perempuan dan anak-anak menunggu di pesisir laut. Tidur
beralaskan pasir dan berselimut angin malam. Dengan setia mereka menunggu untuk
dapat
membantu menarik jaring berisi hasil tangkapan
esok pagi.
Kemerdakaan
Indonesia yang semu juga terlihat dari penjajahan yang terus berlangsung hingga
saat ini khususnya dalam bidang wirausaha. Walau tidak lagi dalam bentuk kerja
rodi ataupun romusha seperti yang terjadi puluhan tahun lalu, namun konsep dari
penjajahan itu sendiri sejatinya tetap
sama. Kita tetap diperbudak di tanah air kita sendiri. Kita lagi-lagi
dipekerjakan untuk melayani mereka mengeksploitasi sumber daya alam kita
sendiri. Dijadikan alat bagi mereka
dalam meraup keuntungan dari kekayaan yang sebenarnya adalah milik kita. Sebut
saja produksi minyak di Indonesia. Beberapa perusahaan minyak milik asing di
Indonesia memproduksi minyak secara besar-besaran setiap harinya. Angka
produksi mereka jauh melebihi jumlah minyak yang dihasilkan pertamina perhari.
Alhasil untuk memenuhi kebutuhan minyak, raklyat Indonesia masih harus membeli
dari mereka dengan harga yang tentunya lebih mahal.
Tidak berhenti
disitu, contoh nyata lain tentang bagaimana kita dijajah terjadi dalam industri
parfum. Ditanya tentang parfum terbaik dengan harga dan nilai prestise yang
tinggi, seluruh dunia akan menjawab Paris di Perancis adalah pusatnya. Tidak
sedikit orang kaum elit Indonesia yang membelinya. Tapi tahukah mereka bahwa
sebenarnya sebagian parfum yang mereka beli dengan harga selangit itu berasal dari
Indonesia? Memiliki iklim tropis menjadikan Indonesia kaya akan flora yang
beragam. Keberagaman flora yang tidak dimiliki negara lain menjadi modal utama
dalam memproduksi parfum. Flora dengan wangi semerbak itu direbus untuk
kemudian diambil uapnya yang menjelma menjadi titik-titik
air. Titik-titik air itulah yang dikumpulkan sedikit demi sedikit. Setelah
terkumpul parfum mentah itu kemudian dikirim ke Cina untuk disuling lebih
lanjut. Finalnya parfum setengah jadi itu dikirim ke Paris untuk penyulingan
terakhit sebelum dijual dengan harga dan nilai yang tinggi.
Rasanya industri minyak dan parfum hanya
sebagian kecil dari industri kita yang justru didominasi oleh peran masyarkat
asing. Lombok pun diyakini bukanlah satu-satunya daerah yang tertingga. Dari
contoh-contoh kasus yang dipaparkan dapat disimpulkan bahwa kekayaan sumber
daya alam Indonesia tidak diimbangi dengan sumber daya manusianya. Kurang
mengenalnya masyarakat daerah dengan potensi daerahnya sendiri turut membuat
penjajahan macam itu semakin mudah terjadi.Penjajahan itu semakin berlipat saat
masyarakat Indonesia sendiri lebih percaya produk luar negeri dibandingkan
produk dalam negeri. Ketidakpercayaan macam ini pula yang kerap
melatarbelakangi sosok putra daerah yang sukses enggan kembali ke daerahnya.
Jangankan untuk membangun kembali daerahnya, mereka lebih tertarik hidup di
luar negeri dengan segala kenyamanan yang ditawarkan dan membiarkan sodara
sekampung terus tertinggal.
Apa yang perlu diperbaiki agar keadaan
ini tidak terus berlanjut?. Jawabannya adalah pendidikan. Perlu dirancang suatu
sistem pendidikan yang menekankan muatan local di setiap daerah. Melalui
pendidikan, siswa akan dikenalkan dengan daerah dimana dia tinggal mulai dari
potensi sampai dengan keterbatasan yang dimiliki. Hal ini bertujuan untuk
menanamkan kepedulian dan cinta para putra daerah terhadap daerahnya
masing-masing. Agar kelak memperoleh kesempatan untuk belajar diluar mereka
akan kembali untuk berbagi ilmu dan membangun daerahnya. Sistem ini juga tidak
memberatkan siswa dengan mengharuskan mereka mempelajari bidang ilmu yang tidak
diperlukan daerahnya untuk berkembang. Sebagai contoh, jangan arahkan siswa
pegunungan belajar tentang ilmu kalautan atau justru siswa pesisir tentang ilmu
pertanian. Guru sebagai fasilitator harus bisa mengarahkan siswa untuk memiliki
orientasi yang sesuai kebutuhan daerah saat hendak melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Tentunya pemerintah harus bekerja keras
untuk mewujudkan sistem pendidikan berbasis kedaerahan tersebut. Mengamati
setiap daerah, termasuk daerah perkotaan, meliputi potensi dan keterbatasan
yang mereka miliki. Dari hasil pengamatan tersebut terlihatlah pengembangan
seperti apa yang dibutuhkan masing-masing daerah. Setelah itu barulah
pemerintah merumuskan kurikulum pendidikan yang berbeda antara satu daerah
dengan daerah yang lain. Semuanya kembali pada kondisi dan kebutuhan
masing-masing daerah.
No comments:
Post a Comment