3/16/11

Sekolah Gerbang Narkoba


            Miris rasanya melihat kenyataan bahwa 70% dari 4 juta pengguna narkoba di Indonesia adalah anak sekolah. Disini saya ingin menegaskan bahwa ini sudah menjadi bukti yang sangat jelas akan kurangnya pengawasan sekolah terhadap peredaran narkoba di lingkungannya. Seharusnya pihak sekolah menjadikan ini sebagai bahan refleksi untuk menentukan langkah yang harus ditempuh guna memperkuat peranannya dalam memerangi peredaran narkoba di sekolah.
Tayangan salah satu stasiun televisi swasta, memberitakan bahwa angka kematian yang disebabkan oleh narkoba sudah mencapai 42 orang setiap harinya. Di Indonesia sendiri menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah pengguna narkoba di Indonesia sejauh ini sudah mencapai 3,6 juta orang. Angka yang sangat fantastis untuk hal yang sangat dilarang, bukan?. Hal yang membuat saya tertohok sebenarnya adalah ketika diberitakan bahwa sebagian besar dari pengguna narkoba di Indonesia mengenal narkoba mulai sejak bangku sekolah.
Sekolah yang pada hakikatnya merupakan institusi pendidikan, kini justru menjadi pintu gerbang bagi para siswa dalam mengenal narkoba. Berdasarkan Survei Kesehatan 2007 oleh Depkes diketahui 22.000 kasus narkoba dengan status anak SMA, 6000 anak SMP dan 3000 anak SD. Banyaknya kasus narkoba yang terkuak di lingkungan sekolah inilah yang membuat julukan “sekolah gerbang narkoba” semakin santer terdengar di masyarakat luas.
Dari sederet data yang telah disajikan diatas, dapat diketahui bahwa kasus narkoba di sekolah didominasi oleh SMA. Jumlahnya terpaut sangat jauh dari jumlah kasus yang terjadi di SMP maupun SD. Sesungguhnya ini merupakan fakta yang tidak mengherankan, mengingat jiwa remaja yang labil ditengah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Rasa ingin tahu yang tak terkendali mendorong mereka melakukan hal-hal yang menurut mereka ‘baru’ – terlebih hal yang dilarang – sebagai ajang coba-coba yang menantang. Mereka tak  berpikir panjang akan akibat yang muncul setelahnya. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa masa remaja merupakan lahan subur untuk tumbuhnya narkoba (Okie Shcatzie, 2006).
Fenomena ini tentunya menjadi hal yang teramat penting untuk ditindak lanjuti. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa ditangan merekalah – para remaja – nasib bangsa kita berada. Merekalah para generasi penerus bangsa, calon pemimpin di masa depan. Jangan biarkan keganasan narkoba membunuh potensi yang mereka miliki. Tak pernah terbayang akan seperti apa jadinya negara kita pada beberapa tahun mendatang di tangan para pemimpin yang telah rusak jiwa dan raganya akibat jeratan narkoba.
Apa yang terjadi dewasa ini begitu kontras dengan slogan pada poster-poster yang terpampang di dinding-dinding sekolah, “Say No to Drugs!”. Fakta-fakta diatas menimbulkan pertanyaan. “Bukankah seharusnya sekolah justru berperan penting dalam memerangi narkoba?”. Pertanyaan ini sekiranya menjadi teguran keras bagi sekolah-sekolah di Indonesia. Kasus-kasus yang telah terjadi sejauh ini sudah sangat kuat untuk menunjukkan peran sekolah yang kurang aktif dalam memerangi narkoba. Sekolah harus segera introspeksi guna menentukkan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menangani masalah ini.
Pada dasarnya sekolah bukan hanya tempat belajar, tapi juga tempat pembentukan karakter. Namun sayang, sejauh ini para guru lebih sibuk mengajar terlebih saat menjelang ujian. Mereka  tidak sadar bahwa saat-saat menjelang ujian yang penuh tekanan itulah masa rentan bagi siswa untuk masuk dalam lingkaran narkoba. Para guru cenderung melupakan peranan mereka dalam membentuk karakter siswa. Memberikan pengajaran moral dan tanggung jawab sebagai insan manusia yang berbudi luhur. Para guru harus lebih aktif berlaku sebagai orang tua kedua bagi siswa di sekolah yakni memberikan perhatian dan pengawasan akan perkembangan siswa di sekolah. Jangan sampai para orangtua justru merasa terancam menitipkan anak-anak mereka di sekolah.
Pihak sekolah jelas tidak bisa berpangku tangan dalam hal ini. Merekalah yang paling bertanggung jawab atas kasus-kasus yang telah dijabarkan diatas. Untuk membayar kelalain mereka selama ini,  mereka harus bekerja keras menggiatkan berbagai upaya agar fenomena tersebut tidak terus berkepanjangan dan merajai lingkungan sekolah.
Sesungguhnya sekolah bukan tidak bergerak dalam memerangi narkoba, hanya saja peranannya yang kurang gencar dilakukan. Tidak jarang diadakan seminar mengenai bahaya narkoba di sekolah, namun hasilnya kurang efektif. Belajar dari pengalaman ini seharusnya sekolah melakukan inovasi baru dalam penyampaian materi mengenai bahaya narkoba. Film misalnya, seperti yang kita ketahui nonton film ke bioskop merupakan kegiatan yang banyak dilakukan remaja zaman sekarang. Kita bisa memanfaatkan kebiasaan ini menjadi media yang menarik dalam menanamkan keasadaran dalam diri siswa akan pentingya menjauhi narkoba. Sekolah bisa mengadakan secara frekuentif acara nonton bareng film-film yang mengandung pesan akan bahaya narkoba. Saya rasa cara ini akan lebih efektif dibandingkan seminar yang cenderung membosankan bagi para siswa.
Selain itu sekolah juga perlu meningkatakan pengawasannya terhadap arus pergaulan yang terjadi di lingkungan sekolah. Tidak menutup kemungkinan seorang siswa yang bersih dari narkoba saat masuk sekolah, justru terjerat narkoba saat duduk di kelas dua atau tiga karena dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya yang salah. Menurut pengalaman saya dan beberapa teman yang berasal dari sekolah lain, sekolah hanya melakukan tes urin untuk mengetahui positif atau tidaknya seorang anak terjerat narkoba – pada tes penerimaan siswa baru. Anak yang terbukti positif tentu tidak akan diterima. Lantas apa kabar dengan anak-anak yang lolos tes dan diterima di sekolah? Apakah tes ini bisa menjamin bahwa anak-anak tersebut akan terbebas dari jeratan narkoba selama tiga tahun ke depan? Jawabannya tentu tidak. Sudah sepatutnya sekolah melakukan tes urin secara rutin untuk memperketat pengawasannya terhadap peredaran narkoba di sekolah.
Upaya-upaya  diatas penting untuk dilakukan mengingat peredaran narkoba di sekolah jelas merupakan rantai kenistaan yang harus diputus. Rantai yang mengikat erat manusia dalam kungkungan keterpurukan. Sekolahlah pihak yang paling bertanggung jawab untuk memutuskan rantai tersebut. Semoga dengan memperketat pengawasan serta meningkatkan pemahaman siswa tentang bahaya narkoba, sekolah bisa menciptakan generasi yang sehat jiwa dan raganya. Generasi yang siap membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Indonesia yang terbebas dari jeratan narkoba.

Devi Heryanti
085695524323
Sampoerna School of Education



No comments:

Post a Comment