Miris rasanya melihat kenyataan bahwa 70% dari 4 juta pengguna narkoba di Indonesia adalah anak sekolah. Disini saya ingin menegaskan bahwa ini sudah menjadi bukti yang sangat jelas akan kurangnya pengawasan sekolah terhadap peredaran narkoba di lingkungannya. Seharusnya pihak sekolah menjadikan ini sebagai bahan refleksi untuk menentukan langkah yang harus ditempuh guna memperkuat peranannya dalam memerangi peredaran narkoba di sekolah.
Tayangan
salah satu stasiun televisi swasta,
memberitakan bahwa angka kematian yang disebabkan oleh narkoba sudah mencapai
42 orang setiap harinya. Di Indonesia sendiri menurut Badan Narkotika Nasional (BNN),
jumlah pengguna narkoba di Indonesia sejauh ini sudah mencapai 3,6 juta orang.
Angka yang sangat fantastis untuk hal yang sangat dilarang, bukan?. Hal yang membuat
saya tertohok sebenarnya adalah ketika diberitakan bahwa sebagian besar dari pengguna
narkoba di Indonesia mengenal narkoba mulai sejak bangku sekolah.
Sekolah
yang pada hakikatnya merupakan institusi pendidikan, kini justru menjadi pintu
gerbang bagi para siswa dalam mengenal narkoba. Berdasarkan Survei Kesehatan 2007 oleh Depkes diketahui
22.000 kasus narkoba dengan status anak SMA, 6000 anak SMP dan 3000 anak SD. Banyaknya
kasus narkoba yang terkuak di lingkungan sekolah inilah yang membuat julukan
“sekolah gerbang narkoba” semakin santer terdengar di masyarakat luas.
Dari sederet
data yang telah disajikan diatas, dapat diketahui bahwa kasus narkoba di
sekolah didominasi oleh SMA. Jumlahnya terpaut sangat jauh dari jumlah kasus
yang terjadi di SMP maupun SD. Sesungguhnya ini merupakan fakta yang tidak
mengherankan, mengingat jiwa remaja yang labil ditengah masa transisi dari
anak-anak menuju dewasa. Rasa ingin tahu yang tak terkendali mendorong mereka
melakukan hal-hal yang menurut mereka ‘baru’ – terlebih hal yang dilarang – sebagai
ajang coba-coba yang menantang. Mereka tak berpikir panjang akan akibat yang muncul
setelahnya. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa masa remaja
merupakan lahan subur untuk tumbuhnya narkoba (Okie Shcatzie,
2006).
Fenomena
ini tentunya menjadi hal yang teramat penting untuk ditindak lanjuti. Seperti yang
kita ketahui bersama bahwa ditangan merekalah – para remaja – nasib bangsa kita
berada. Merekalah para generasi penerus bangsa, calon pemimpin di masa depan. Jangan
biarkan keganasan narkoba membunuh potensi yang mereka miliki. Tak pernah
terbayang akan seperti apa jadinya negara kita pada beberapa tahun mendatang di
tangan para pemimpin yang telah rusak jiwa dan raganya akibat jeratan narkoba.
Apa
yang terjadi dewasa ini begitu kontras dengan slogan pada poster-poster yang
terpampang di dinding-dinding sekolah, “Say No to Drugs!”. Fakta-fakta diatas
menimbulkan pertanyaan. “Bukankah seharusnya sekolah justru berperan penting
dalam memerangi narkoba?”. Pertanyaan ini sekiranya menjadi teguran keras bagi
sekolah-sekolah di Indonesia. Kasus-kasus yang telah terjadi sejauh ini sudah
sangat kuat untuk menunjukkan peran sekolah yang kurang aktif dalam memerangi
narkoba. Sekolah harus segera introspeksi guna menentukkan langkah-langkah yang
harus ditempuh dalam menangani masalah ini.
Pada
dasarnya sekolah bukan hanya tempat belajar, tapi juga tempat pembentukan
karakter. Namun sayang, sejauh ini para guru lebih sibuk mengajar terlebih saat
menjelang ujian. Mereka tidak sadar bahwa
saat-saat menjelang ujian yang penuh tekanan itulah masa rentan bagi siswa
untuk masuk dalam lingkaran narkoba. Para guru cenderung melupakan peranan mereka dalam membentuk
karakter siswa. Memberikan pengajaran moral dan tanggung jawab sebagai insan
manusia yang berbudi luhur. Para guru harus lebih aktif berlaku sebagai orang
tua kedua bagi siswa di sekolah
yakni memberikan
perhatian dan pengawasan akan perkembangan siswa di sekolah. Jangan sampai para
orangtua justru merasa terancam menitipkan anak-anak mereka di sekolah.
Pihak
sekolah jelas tidak bisa berpangku tangan dalam hal ini. Merekalah yang paling
bertanggung jawab atas kasus-kasus yang telah dijabarkan diatas. Untuk membayar
kelalain mereka selama ini, mereka harus
bekerja keras menggiatkan berbagai upaya agar fenomena tersebut tidak terus
berkepanjangan dan merajai lingkungan sekolah.
Sesungguhnya
sekolah bukan tidak bergerak dalam memerangi narkoba, hanya saja peranannya
yang kurang gencar dilakukan. Tidak jarang diadakan seminar mengenai bahaya
narkoba di sekolah, namun hasilnya kurang efektif. Belajar dari pengalaman ini
seharusnya sekolah melakukan inovasi baru dalam penyampaian materi mengenai
bahaya narkoba. Film misalnya, seperti yang kita ketahui nonton film ke bioskop
merupakan kegiatan yang banyak dilakukan remaja zaman sekarang. Kita bisa
memanfaatkan kebiasaan ini menjadi media yang menarik dalam menanamkan
keasadaran dalam diri siswa akan pentingya menjauhi narkoba. Sekolah bisa
mengadakan secara frekuentif acara nonton bareng film-film yang mengandung pesan
akan bahaya narkoba. Saya rasa cara ini akan lebih efektif dibandingkan seminar
yang cenderung membosankan bagi para siswa.
Selain
itu sekolah juga perlu meningkatakan pengawasannya terhadap arus pergaulan yang
terjadi di lingkungan sekolah. Tidak menutup kemungkinan seorang siswa yang
bersih dari narkoba saat masuk sekolah, justru terjerat narkoba saat duduk di
kelas dua atau tiga karena dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya yang salah.
Menurut pengalaman saya dan beberapa teman yang berasal dari sekolah lain, sekolah
hanya melakukan tes urin –
untuk mengetahui positif atau tidaknya seorang anak terjerat narkoba – pada tes penerimaan siswa baru. Anak
yang terbukti positif tentu tidak akan diterima. Lantas apa kabar dengan
anak-anak yang lolos tes dan diterima di sekolah? Apakah tes ini bisa menjamin
bahwa anak-anak tersebut akan terbebas dari jeratan narkoba selama tiga tahun
ke depan? Jawabannya tentu tidak. Sudah sepatutnya sekolah melakukan tes urin
secara rutin untuk memperketat pengawasannya terhadap peredaran narkoba di
sekolah.
Upaya-upaya diatas penting untuk dilakukan mengingat
peredaran narkoba di sekolah jelas merupakan rantai kenistaan yang harus
diputus. Rantai yang mengikat erat manusia dalam kungkungan keterpurukan.
Sekolahlah pihak yang paling bertanggung jawab untuk memutuskan rantai
tersebut. Semoga dengan memperketat pengawasan serta meningkatkan pemahaman
siswa tentang bahaya narkoba, sekolah bisa menciptakan generasi yang sehat jiwa
dan raganya. Generasi yang siap membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Indonesia yang terbebas dari jeratan narkoba.
Devi
Heryanti
085695524323
Sampoerna
School of Education