Pasal 31 UUD 1945 mengungkapkan bahwa tiap-tiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan. Menggagas hal tersebut, bukankah dalam pembukaan
UUD 1945 terdapat cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Tetapi faktanya,
belum semua warga negara Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak. Terbukti dari
banyaknya anak-anak di beberapa daerah terpencil yang belum bisa menikmati pendidikan
dengan berbagai alasan. Padahal pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam
membentuk sebuah bangsa yang besar dan berkualitas (Galih Permana, 2010).
Berbicara
mengenai pendidikan di Indonesia, sama halnya dengan membicarakan banyak hal
yang perlu direvolusi di dalamnya. Mulai dari kurikulum yang bersifat
fundamental, hingga sarana dan prasarana yang menunjang proses belajar di
kelas. Kata revolusi dalam dunia pendidikan tentu sudah tidak asing lagi. Revolusi pendidikan sudah sepatutnya
dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Pada dasarnya selama ini revolusi bukannya belum dilaksanakan, hanya
saja tidak terlihat karena hanya sibuk dilakukan di kota-kota besar. Di Jakarta misalnya,
pemerintah telah memberlakukan wajib belajar 9 tahun tanpa biaya sebagai perwujudan amanat pembukaan UUD 1945 dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa (Muhammad Ilyas, 2010). Lalu bagaimana dengan pendidikan mereka yang tinggal di
daerah-daerah terpencil? Bukankah Indonesia
memiliki banyak provinsi yang memang seharusnya
merasakan pendidikan yang sama?
Pola pikir masyarakat mengenai pendidikan juga sangat mempengaruhi
perkembangan pendidikan di Indonesia. Seperti diketahui bersama bahwa daerah-daerah
di Indonesia mata pencarian utama masyarakatnya adalah di bidang agraris. Dimana
penghasilannya belum tentu cukup untuk mengirim anak-anak ke sekolah, karena pada
dasarnya ekonomi, geografi dan budaya mempengaruhi pola pikir masyarakat mengenai
pendidikan (BaharudinManik, 2006).
Semakin terperosoknya pendidikan di pelosok tidak bisa dipisahkan
dari minimnya fasilitas dan ketersediaan guru di sana. Kita dapat melihat kenyataan
ini melalui berbagai media yang meliputi sekolah-sekolah yang minim fasilitas dan
kualitas pengajar yang seadanya. Contohnya seperti yang
terjadi di Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Tiga puluh sekolah dasar
di kabupaten tersebut hanya mengandalkan seorang guru tiap sekolahnya. (Miftachudin
,2010). Hal ini disebabkan kurangnya perhatian
pemerintah terhadap kesejahteraan para guru di daerah terpencil. Tidak dapat dipungkiri
bahwa minimnya uang insentif yang diberikan membuat para guru enggan mengabdikan
dirinya di pelosok negeri. Bagaimana
pun guru juga manusia yang harus memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya untuk
dapat hidup layak. Bagaimana seorang guru dapat mengajar dengan maksimal jika pikirannya
terpecah dua antara mengajar dan mencari penghasilan tambahan dikarenakan gaji
guru yang rendah? (AniesBaswedan, 2010).
Pemerintah memang sudah menyiapkan anggaran 20% dari APBN
untuk pendidikan, tetapi apa yang terjadi sekarang? Masih banyak sekolah-sekolah
yang belum bisa mengembangkan pendidikan karena alas an dana. Banyak media
memberikan bukti-bukti dari permasalahan ini. Di Makassar, beberapa sekolah kesulitan
melaporkan pencairan dana BOS karena akses yang kurang memadai. Di Banda Aceh, sebuah
sekolah gagal mendapat dana bantuan karena proposal yang diajukannya tertahan.
Selain itu, sebuah sekolah di Kalimantan Barat bahkan belum pernah mendapatkan dana
bantuan dari pemerintah sejak berdiri beberapa tahun lalu.
Pemaparan di atas adalah sedikit dari sekian banyak masalah
yang harus menjadi focus pemerintah dalam menyamaratakan pendidikan di
Indonesia. Tentu saja kita tidak ingin hal ini terus terjadi, berakar menjadi bagian
dari kehidupan masyarakat Indonesia. Yang diperlukan sekarang adalah revolusi untuk
mengubah semua ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, revolusi berarti perubahan
mendasar dalam suatu bidang. Berbicara mengenai revolusi pendidikan, artinya kita
akan focus pada perubahan mendasar dan menyeluruh dari keadaan yang ada saat ini.
Perubahan mendasar yang bisa dilakukan adalah dengan memberi solusi secara menyeluruh
dari permasalahan-permasalahan yang dijabarkan diatas.
Sekolah-sekolah di daerah terpencil harusnya mendapat dana bantuan
yang pantas untuk mengembangkan pendidikannya. Dana pendidikan yang sudah disiapkan
seharusnya bisa dibagikan secara adil ke daerah-daerah. Akses bagi sekolah-sekolah
di daerah pun seharusnya dipermudah, agar dana yang sudah disiapkan bisa sampai
ketangan-tangan mereka. Hingga pada akhirnya operasional pendidikan pun bisa dilaksanakan
dengan efektif.
Dikarenakan pola piker masyarakat daerah — yang telah dijabarkan
sebelumya — memengaruhi respon mereka mengenai pendidikan, Pemerintah seharusnya
merubah pola pikir yang ada saat ini. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai langkah.
Salah satunya dengan melakukan workshop. Tentu saja workshop yang
dilakukan hanya satu atau dua kali tidak akan menghasilkan perkembangan yang
signifikan. Workshop yang dilakukan seharusnya berkelanjutan dan dikontrol
perkembangannya, sehingga masyarakat di daerah merasa memiliki tanggung jawab untuk
peduli terhadap pendidikan.
Pendidikan merupakan sector penting yang perlu didahulukan. Untuk
mencapai pendidikan yang merata di Indonesia, pemerintah harus siap menyamaratakan
fasilitas dan kualitas guru di Indonesia. Hal ini tentunya memerlukan biaya
yang tidak sedikit. Mengefekifkan anggaran pendidikan dari APBN adalah hal yang
harus dilaksanakan. Pemerintah perlu meningkatkan fasilitas pendidikan di
daerah terpencil serta memberikan jaminan kesejahteraan bahkan insentif yang lebih sebagai bentuk apresiasi bagi para
guru yang bersedia mengabdi disana. Dengan begitu, pendidikan di pelosok bisa berkembang
dan para guru bisa mengajar dengan maksimal tanpa memikirkan kebutuhan hidup
yang selama ini jadi beban pikiran jika mengabdi didaerah terpencil.
Dari sekian revolusi yang perlu dilakukan,
ada satu hal krusial yang perlu direvolusi di balik itu semua, yaitu pelaksanaan revolusi itu sendiri. Sejauh
ini pemerintah lebih focus pada apa yang perlu direvolusi, bukan pada bagaimana
revolusi itu dilakukan. Seharusnya pemerintah turut memperhatikan pelaksanaan revolusi
itu sendiri agar dapat berlangsung secara menyeluruh hingga kepelosok negeri, sehingga
revolusi yang dilaksanakan dapat berjalan efektif. Selain itu, perubahan yang
dihasilkan pun terasa signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia karena pada dasarnya perbaikan pendidikan akan lebih
efektif apabila dilaksanakan secara merata. Dengan demikian, Pasal 31 UUD 1945
pun tidak sekedar menjadi wacana semata, tetapi benar-benar bisa terealisasi.
Devi Heryanti dan Dasrizal, 2011
Rizali, Ahmad, dkk.2009.Dari Guru Konvensionalmenuju Guru Profesional. Jakarta:Grasindo
Saepudin, Aep.2007.Guruku JanganDipolitisi!.Bandung:
National Leadership Youth
Forum 2007, Masjid Salman ITB
Sumbersitus :
www.dikti.go.id/index.php?option